Profil Desa Trucuk
Ketahui informasi secara rinci Desa Trucuk mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Desa Trucuk Klaten merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Trucuk, terletak 10 km dari ibu kota kabupaten. Nama Trucuk berasal dari kata "nrucuk" yang artinya tanaman bersemi, mengacu pada sejarah pabrik tebu/tembakau milik Kasunanan Surakarta. Desa ini me
-
Pusat Pemerintahan dan Historis Agraris
Desa ini merupakan pusat (ibu kota) Kecamatan Trucuk dan asal nama kecamatannya, berakar dari kata "nrucuk" (bersemi) yang merujuk pada area pabrik dan lahan pertanian tebu/tembakau milik Kasunanan Surakarta di masa lalu.
-
Potensi Wisata Air Lokal
Memiliki Blumbang Jolodoro seluas meter persegi yang menjadi ikon wisata air dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), sering didatangi pesepeda santai.
-
Ketergantungan Irigasi dan Budaya Lokal
Mayoritas lahan pertanian ialah sawah tadah hujan, dengan hasil utama padi, jagung, dan kedelai. Desa ini juga melestarikan kepercayaan lokal dengan adanya sendang keramat di Dukuh Kacar, yang menjadi tempat upacara sadran.
Desa Trucuk, yang juga merupakan pusat atau ibu kota dari Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, ialah desa yang memiliki sejarah panjang terkait dengan perkembangan wilayah Klaten bagian tenggara. Terletak sekitar kilometer dari ibu kota Kabupaten Klaten, desa ini dikenal memiliki basis agraris yang kuat, dengan ciri khas lahan sawah tadah hujan, serta mengembangkan potensi wisata air lokal dan melestarikan tradisi budaya.
Asal-Usul Nama dan Peran Historis
Nama Desa Trucuk memiliki akar sejarah yang unik, berasal dari kata "nrucuk" dalam bahasa Jawa yang maknanya yakni tanaman yang baru bersemi dengan baik. Penamaan ini merujuk pada masa lalu di mana wilayah Trucuk merupakan lahan pertanian yang sangat luas yang dulunya dikelola oleh pabrik milik Sunan Surakarta, dengan komoditas utama berupa tebu dan tembakau. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan wilayah, pelafalan kata nrucuk kemudian berubah menjadi Trucuk, dan nama ini kemudian dipakai sebagai nama kecamatan secara keseluruhan.
Kantor desa Trucuk sendiri terletak di Dukuh Srebeg Gede. Kepemimpinan desa terus berganti, dengan Kepala Desa yang terkenal pertama yakni Citro Pawiro. Adanya sejarah pabrik dan pengelolaan lahan oleh Kasunanan Surakarta menegaskan bahwa Desa Trucuk merupakan wilayah yang penting secara ekonomi agraris di era kerajaan.
Geografi, Administrasi, dan Demografi
Desa Trucuk terletak di daerah dataran rendah, dengan sebagian wilayah selatan yang berbatasan dengan Kecamatan Bayat merupakan perbukitan kidul (perbukitan selatan). Desa ini dilintasi oleh sungai besar yang muaranya ialah Kali Dengkeng.
Secara administrasi, Desa Trucuk sangat terorganisir. Desa ini memiliki pedukuhan (dukuh), yang terbagi lagi menjadi
Rukun Warga (RW) dan
Rukun Tetangga (RT). Pedukuhan-pedukuhan tersebut antara lain Trucuk, Dambreh, Srebeggede, Srebeg Cilik, Bendosari, Kacar, Gentan, Mindirejo, Rejodadi, dan Dimoro.
Mengenai luas wilayah, Desa Trucuk tidak memiliki angka pasti yang dipublikasikan secara terpisah, namun Kecamatan Trucuk secara keseluruhan memiliki luas kilometer persegi, dengan lahan sawah seluas
hektare (
persen dari luas kecamatan). Data jumlah penduduk Kecamatan Trucuk mencapai
jiwa (
) dengan kepadatan penduduk tinggi, yakni
jiwa per km$^2$. Desa Trucuk, sebagai ibu kota kecamatan, diperkirakan memiliki kepadatan yang serupa atau bahkan lebih tinggi dari rata-rata kecamatan, meskipun jumlah penduduk terbanyak berada di Desa Kalikebo (
jiwa).
Pilar Ekonomi dan Potensi Wisata Air
Mata pencaharian utama masyarakat Desa Trucuk ialah sebagai petani dan berladang. Karakteristik lahan pertanian di desa ini kebanyakan berupa sawah tadah hujan, yang berarti sistem pengairannya sangat bergantung pada curah hujan musiman. Komoditas hasil bumi utama yakni padi, yang disusul oleh jagung dan kedelai. Ketergantungan pada tadah hujan menuntut adanya kearifan lokal dalam pemilihan jenis dan waktu tanam untuk memaksimalkan hasil di tengah keterbatasan irigasi teknis.
Selain pertanian, Desa Trucuk mengembangkan potensi wisata air lokal berupa Blumbang Jolodoro. Blumbang ini merupakan danau atau kolam kecil dengan luas sekitar meter kali
meter. Blumbang Jolodoro telah menjadi ikon yang sering didatangi oleh pesepeda santai yang menikmati keindahan alam di sekitarnya. Pengelolaan Blumbang Jolodoro ditangani oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang menunjukkan upaya pemerintah desa dalam menciptakan sumber pendapatan alternatif dari sektor pariwisata.
Kepercayaan Lokal dan Tradisi Spiritual
Desa Trucuk, khususnya Dukuh Kacar, melestarikan kepercayaan lokal yang kental. Di dukuh ini terdapat sebuah sendang (mata air) yang oleh masyarakat setempat dikeramatkan. Sendang ini tidak hanya berfungsi sebagai sumber air untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk untuk air wudu, tetapi juga menjadi lokasi penyelenggaraan upacara adat.
Pada kesempatan tertentu, khususnya menjelang bulan puasa (Pasa atau Ramadan), masyarakat melaksanakan upacara sadran. Upacara sadran merupakan ritual tahunan yang bertujuan untuk membersihkan diri dan mendoakan arwah leluhur, yang menunjukkan perpaduan nilai-nilai Islam dengan tradisi Jawa kuno. Komunitas di desa ini bersifat religius, dengan sebagian besar masyarakat beragama Islam dan Kristen, yang terfasilitasi dengan adanya masjid, musala, dan gereja di setiap dukuh. Kehidupan yang harmonis ini menjadi modal sosial yang kuat bagi Desa Trucuk.
